Menengok Curug Ciputri di Tenjolaya, Bogor

Perjalanan ke Curug Ciputri ini sebenarnya perjalanan yang tidak diadakan secara khusus. Sebelumnya saya sempat bermain air di Curug Panjang.

Baca juga: Curug Panjang nan Menantang di Megamendung, Bogor

Sesampai di Kebun Raya Bogor, arus lalu lintas sangat padat, cuaca sangat panas. Jok motor yang sempat terjemur siang itu, membuat pantat saya serasa meleleh. Halvorpun rasanya agak tersiksa dengan panas matahari ini, maklumlah sebenarnya Siberian husky adalah binatang yang lebih cocok untuk hawa dingin.

Rasanya saya salah mengatur waktu, barangkali sebaiknya setelah dari Curug Panjang saya ke curug lain di sekitarnya. Tadinya akan ke Curug Naga, namun kabarnya ke Curug Naga harus berrombongan 10 orang dan masing-masing dikenai tiket sebesar 130 000 rupiah, karena curug ini sudah menjadi tempat wisata terpadu. Karena kita hanya berdua, dan rasanya belum yakin bahwa nilai sebesar 130 000 akan sesuai dengan apa yang didapatkan nantinya, maka kita memutuskan untuk tidak ke Curug Naga. Kang Cecep juga punya keperluan untuk segera pulang. Saya juga kemudian memutuskan untuk pulang kembali ke Jakarta. Barangkali tadinya sebaiknya saya jalan sendiri ke Curug Cilember yang tidak terlalu jauh.



Melewati kemacetan di Kebun Raya Bogor, sayapun telintas ide untuk menuju saja ke Curug Ciputri. Perut saya hanya diiisi dengan empat butir baso goreng tadi, sedangkan Halvor belum dapat makanan apapun. Dalam perjalanan saya mampir ke warung di arah Curug Nangka. Saya menyempatkan makan siang dan beristirahat, sementara si Halvor tidak mau makan apapun. Maunya minum air dan membasahi badannya. Ditinggal sebentar ke meja makanpun langsung menggonggong, meminta untuk tetap ditemani. Alhasil saya menarik kursi dari sekitar meja dan mendekatkan ke posisinya. Saya makan di dekatnya, menemaninya. Arah ke Curug Nangkapun terlihat cukup macet. Pulang ke Jakarta di siang hari yang terik inipun rasanya kurang pas. Alhasil saya mencoba untuk jalan kembali ke arah Curug Ciputri.

Sesampai di pertigaan The Highland, saya mengambil arah belok ke kiri, ke arah Curug Luhur. Curug Luhur tidak menjadi tujuan saya, karena sudah diolah sedemikian rupa sehingga menjadi semacam waterboom dan keasliannya memudar. Itulah alasan saya tidak menjadikannya tujuan wisata.

Ternyata jalan cukup jauh. Beberapa kali saya harus bertanya untuk memastikan bahwa arah yang saya ambil benar. Setelah petunjuk ke arah Curug Luhur, saya bergerak lurus sampai akhirnya menemukan sebuah pertigaan kecil dengan papan petunjuk Curug Ciputri ke arah kiri.


Jalanan termasuk sedang, tidak halus tapi tidak juga sekasar bongkahan batu tanpa pelapis. Sejenak terlihat pemandangan indah yang alami. Seorang bapak sedang menggembalakan kerbaunya dengan latar belakang keindahan gunung di kejauhan.

Pemandangan yang indah. Ada yang tahu nama gunung apakah gerangan ?

Motor inipun terus diarahkan menanjak, cukup jauh hingga melwati desa dan dan melewati sebuah tempat wisata yang dinamakan Tenjolaya Park.

Pintu gerbang Tenjolaya Park.

Oh iya, kita tidak masuk ke sana, hanya lewat di depan gerbangnya saja, terus naik jalan ke atas sampai akhirnya di pintu gerbang dengan loket yang cukup sederhana.

Loket pintu masuk ke area wisata Curug Ciputri yang sederhana.

Curug Ciputri ini terletak di Desa Tapos I,
Curug Ciputri terletak di Desa Tapos I, Kecamatan Tenjolaya.

Curug Ciputri masuk ke dalam area Taman Nasional Halimun Salak.



Tiket masuk ke kawasan Curug Ciputri. Total semuanya lima belas ribu rupiah.

Selebaran kecil ini diberikan di pintu loket tadi.



Ada banyak tempat yang bisa dikunjungi kalau kita lihat di selebaran yang diberikan di loket masuk tadi. Namun karena sudah sore, maka saya pikir saya memilih satu tujuan saya, yaitu Curug Ciputri-nya. Dari loket tersebut kita masuk ke dalam sampai akhirnya menemukan sebuah warung, lalu terlihat tanda untuk terus lagi sedikit untuk memarkir motor. 

Saya memarkirkan motor di samping bangunan sekretariat, barangkali sektretariat Karang Taruna Gunsal (kepanjangan Gunung Salak ?). Terlihat ada bukit kecil yang dipenuhi rumput yang indah, tepat di seberang kantor sekretariat. Suatu tempat yang asyik untuk bermain dan berfoto ria, seandainya kita punya waktu yang lebih luang.

Setelah itu saya menitipkan keril besar ke warung, dan membawa barang-barang berharga di tas yang lebih kecil, termasuk juga ponco.


Jalanan yang dilalui untuk ke arah Curug Ciputri tidaklah ekstrim, melewati hutan yang asri, kemudian menurun melewati jembatan yang terlihat masih belum lama diberi semen. Di beberapa ruas jalan nampak jalanan tanah sudah diberi batu pecah namun belum diberi adukan semen di atasnya. Barangkali sekitar 45 menit kita sampai di Curug Ciputri.



Saya dan Halvor berpose. Sayang yang membantu memotret kurang tepat dalam mengatur komposisinya, Curug Ciputrinya jadi tertutup di belakang badan saya.

Curug Ciputri dan kolam di bawahnya.

Sesampai di Curug Ciputri, bagi yang sudah melihat curug-curug lainnya, bisa jadi akah shock karena debitnya sangat kecil dan tidak sebanding dengan perjalanannya. Hahaha... Namun karena pernah diberitahu oleh teman sebelumnya, maka tak apalah yang penting sudah melihat sendiri.

Jika dilihat di selebaran tadi, ada banyak spot yang lain yang bisa dikunjungi. Barangkali spot lain tersebut itu melengkapi sehingga secara keseluruhan menjadi bagus.

Tak lama sampai di Curug Ciputri ... turun hujan yang agak deras. Saya seegera membuka ponco biru dan menenakannya. Jalanan tanah di beberapa ruas menjadi licin. Saya sempat terjatuh beberapa kali. Kondisi begini lebih baik memakai sepatu tracking. Sandal gunung saya memang sudah licin. Sandal gunung akhirnya putus. Saya ingin membuangnya namun saya tidak membawa penggantinya. Mencari di area seperti ini tidak mudah, daripada tidak menemukan akhirnya tidak saya buang, tetap saya bawa.

Dengan kaki tanpa alas, saat melewati tanah liat sedikit lumayan namun masih tetap sedikit licin, saya masih saja terpeleset beberapa kali. Bagian paling menyedihkan adalah saat melewati bongkahan batu kali yang belum dikasih adonan semen. Rasanya kaki tertusuk-tusuk ujung pecahan batu kali, walau sudah memilih beberapa yang lumayan aman untuk dipijak.

Sesampai di warung saya segera mengambil titipan tas carrier saya. Warungpun segera tutup karena sudah sore, maksimal jam 6 mereka tutup.


Sandal saya ikat ujungnya dengan tali rafia, berharap masih bisa bertahan sampai kembali ke rumah.


Curug Ciputri ini jika dituju langsung dari tempat saya di Jakarta Barat, akan berjarak 76 kilometer. 

Selepas dari Curug Ciputri, hujan turun lagi cukup deras, melihat di jalan desa ada gerobak sate ayam saya segera berhenti. Tujuan utama saya adalah memberi makan Halvor agar tidak sakit karena tidak mau makan seharian tadi. Syukurlah beberapa tusuk sate ayam mau dilahapnya. Banyak penduduk desa terutama anak-anak yang menonton, hewan aneh yang jarang mereka temui.

Saya melanjutkan lagi perjalanan ke jalanan yang ukurannya tanggung dan cukup penuh keraguan, maklum daerah yang belum saya kenal dan minim petunjuk jalan. Apalagi banyak polisi tidur, jadi rasanya kurang nyaman. Dengan segala kesulitan, saya lalui, tekad saya adalah sampai ke rumah dengan selamat dan dalam kondisi baik. Hujan yang deras, baju yang basah, ban belakang bocor, kemacetan yang panjang saat di luar Jakarta dan di dalam Jakarta, sendal gunung yang jebol. Akhirnya bisa sampai di rumah pada Hari Minggu, 5 Februari 2017, pukul 22:09. Thank God.


Posisi awal 37 860 dan posisi akhir dari rangkaian perjalanan kali ini adalah 38 090 km. Jadi total keseluruhan jarak tempuh kali ini adalah 230 km. Suatu rekor baru.

Banyak pengalaman yang sudah didapat.


Salam lestari...
Gunadi dan Halvor...

Comments

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tragedi Curug Panjang, 5 February 2017, Berhati-Hatilah Bermain di Air Terjun

Bagaimana memasang hammock dan flysheet untuk menahan angin ?