Hammockan di Curug Ciputri dan Main Air di Curug Ciampea, Bogor

Hari Minggu akan main ke tempat curug lain yang belum pernah kita kunjungi sebelumnya. Kali ini ada teman yang sudah berangkat duluan pada hari Jumat malam. Mereka menggelar tenda di Curug Ciputri. Tujuannya adalah Curug Ciputri dan Curug Ciampea. Perjalanan sebelumnya kita pernah ke Curug Ciputri ini, jadi Curug Ciputri sebenarnya bukan tujuan utama saya..

Kita akhirnya ke sini... curug ini... Eh... ikuti kisahnya dulu deh... Nanti sampai juga ke sini.

Baca juga kunjungan sebelumnyaMenengok Curug Ciputri di Tenjolaya, Bogor

Hari Sabtu, tanggal 18 Februari 2017, setelah selesai bekerja, saya berangkat dari rumah pukul 17:00 saat hari masih terang tapi sudah tidak panas lagi mataharinya. Sebelum berangkat saya kontak mereka sekali lagi via whatsapp. Mereka berkemah di perkemahan areal Curug Ciputri.




RUTE YANG DILALUI (JALAN NON TOL)

Enaknya saat ini, teknologi memudahkan kita bepergian, tinggal Google Map saja, Curug Ciputri sudah tertera di sana. Ada tiga pilihan rute utama ke Curug Ciputri kalau dari tempat saya bekerja. Kebetulan rumah hanya 10 menit dari tempat kerja, jadi tidak terlalu selisih jauh.

Rute pertama, jarak tempuh 80 km, melalui daerah Serpong. Jalur ini belum pernah saya lalui seluruhnya, sebagian saja yang sudah.

Rute kedua, 81 km, melalui Ciputat. Rute ini pernah saya lalui saat pulang dari kunjungan pertama ke Curug Ciputri. Hanya saja saat itu daerah ini selain membingungkan buat saya, juga super macet.

Rute ketiga, 87 km, rute ini yang lebih sering saya lalui, saat pertama kali ke Curug Love, lalu saat pergi ke Curug Panjang. Jadi lebih familiar buat saya. Memang masih padat namun karena sudah lebih terbiasa, jadi lebih yakin. Sekalipun lebih jauh tapi sudah pernah jadi terasa lebih mantap di hati. 


Agar tidak bingung, dan hanya satu motor sendiri, saya memilih rute ketiga, yaitu rute yang biasa walau agak memutar jauh dan lebih padat, enggak apa yang penting sampai dengan selamat. Lagipula yang terpenting adalah sampai ke lokasi, dan waktu kedatangan tidak menjadi masalah, kita tidak sedang mengejar sesuatu dead line. Rute yang saya lalui : Outter Ring Road, Puri Indah, Meruya, Jl. Panjang, Pondok Indah, Jl. Raya Bogor.

Berangkat lebih awal ada keuntungan dan kerugiannya. Keuntungannya kita bisa sampai lebih dahulu dan bisa santai dahulu. Kerugiannya ... aktivitas di jalan raya masih padat, jadi jalanan masih ramai dan tidak bisa cepat. Persiapan sudah baik, barang bawaan juga sudah disortir agar berkurang dari yang sebelumnya. Pukul 18:00 saya berangkat dari rumah.

Di jalur inipun rencananya akan mampir dahulu ke warung nasi uduk di Cibinong yang sudah dua kali mampir sebelumnya. Sayapun sudah menginformasikannya di facebook. Namun apa mau dikata, karena jalanan masih ramai, saya tidak terlalu konsentrasi ke sebelah kiri. Mungkin saat itu sedang ada kendaraan di posisi kiri, sehingga tertutup. Tak terasa sudah sampai pertigaan pasar di Jalan Raya Bogor dan Jalan Mayor Oking. Yah, terlewat dah.

Warung biasa yang sudah mulai akrabNasi Uduk Kesya 23 di Jalan Raya Bogor, Cibinong, Berkunjung Sambil Mengenalkan Husky


MENCOBA SEDIKIT RUTE BARU

Rute yang terdahulu adalah melewati Kebun Raya Bogor, lalu jurusan Ciapus, sampai ke Highland berbelok ke kanan, lalu melewati Curug Luhur dan baru menuju Curug Ciputri. Rutenya memang jauh. Kalau tetap melalui rute ini, bakalan lumayan memutarnya.

Kali ini saya mencoba sedikit berbeda. Dari Jalan Raya Bogor, saya belok ke kanan, mengambil arah jurusan Dramaga. Lalu di pertigaan Ciampea, saya berbelok ke kiri lurus terus menuju ke Tenjolaya. Daerah ini, terutama Dramaga sangat ramai, namun padat, hitung-hitung jalan-jalan melihat tempat yang belum pernah saya lewati.

Berkali-kali saya harus menengok ke peta dan mencek lokasi, ada suatu ketika saya salah berbelok dan kembali lagi ke jalur menuju Dramaga lagi, selagi belum belok terlalu jauh. Belokan menuju Ciampea ini jalannya tidak besar, jadi kalau tidak hati-hati akan terlewat.

Jalur ini sudah pernah saya lewati dalam perjalanan pulang dari Curug Ciputri pada saat kunjungan sebelumnya. Beberapa penanda jalan masih sedikit berbekas di ingatan saya yang semakin menua ini. Jadi sekalipun menanjak, panjang dan jauh, namun saya tetap yakin. Hanya berhenti sebentar untuk beli air mineral botol besar dan gula pasir. Kemudian berhenti lagi untuk beli ayam goreng buat makan Halvor besoknya.


BERTEMU REPTILE LOVERS DAN DOG LOVERS
Akhirnya pukul 11 malam saya sampai di lokasi. Langsung melewati pintu gerbang di loket karcis dan memarkirkan motor di depan warung. Di sana ada beberapa wisatawan. Mereka rupanya tidak menginap, hanya sedang mengantar tamu manca negara yang mengadakan penelitian mengenai reptil. Beberapa reptil ditangkap, difoto, lalu dilepas lagi ke habitatnya.

Malam itu setelah saya, masih ada rombongan yang datang lagi, barangkali sekitar 10 orang. Mereka membuka tenda di bagian lain. Dengan teman reptile lovers tadi, total ada empat rombongan malam itu.

Teman-teman pecinta reptil ini ternyata pernah memelihara berbagai macam anjing dan pembicaraan secera mengalir lancar mengenai Halvor dan berbagi cerita sekitar pengalaman merawat anjing. Karena mereka sudah terbiasa, saya mempersilahkan mereka untuk bermain bersama Halvor. Mereka menikmati membawa Halvor berkeliling.

Barangkali sekitar lima belas menit baru saya meminta ijin untuk segera mencari tenda teman. Setelah saya bercerita bahwa teman saya sampai sejak hari Jumat malam, mereka langsung segera menunjuk ke lokasi tenda tersebut. Dan segera saya menemukannya. Rupanya dari empat orang yang datang, dua orang sudah pulang Sabtu pagi tadi. Jadi tinggal tersisa dua orang, mbak Rizki Amalia Elmajid dan Mas Arie Cendana.

Saya segera menambatkan Halvor di suatu pohon yang akan saya pakai untuk memasang hammock. Lalu memasang hammock dan fly sheet di atasnya. Kemudian membuka nesting dan membuat sepanci kecil teh hangat manis. Angin sedikit kencang, jadi fly sheet agak saya turunkan di tengahnya agar sedikit tertutup. Masih dingin tapi tak apalah.


BANGUN PAGI, MANDI PAGI AIR SEGAR
Saya betul-betul menikmati bisa beristirahat di atas hammock bertutup fly sheet. Biasanya hanya menumpang tidur di pos ronda yang kosong.. hahaha...

Bangun pagi setelah matahari terbit, saya segera membawa peralatan mandi dan pergi ke toilet yang berjejer, barangkali ada sekitar lima pintu, saya tak menghitungnya... hahaha... Masing-masing disediakan wc jongkok, squat type. WC ini sebenarnya jenis yang paling sehat dibandingkan dengan wc duduk yang modern. Karena pada posisi jongkok, knalpot kita terbuka lebar, coba lihat kursi yang dipakai oleh ibu hamil yang akan melahirkan. WC squat type ini lebih dianjurkan oleh para penganut pola hidup sehat holistik.

Air yang dingin segera membasahi badan. Saya jarang sekali mandi air hangat, sekalipun sedang sakit. Kebiasaan ini juga katanya baik untuk menjaga daya tahan tubuh kita. Selain itu yang saya suka adalah sensasi segarnya air dingin. Keramas, mandi, gosok gigi, buang air besar... lengkap, hanya 2 000 rupiah. Padahal air gunung yang segar ini jika sudah dikemas dalam botol, harus bayar berapa ribu rupiah untuk mandi besar seperti ini.... hahaha...

Setelah segar, segeralah menuju ke hammock dan persiapan foto-foto cantik.

Menerima laporan dari komandan jaga malam. Hahaha.. enggak sih, Halvor juga tidur di bawah hammock, sembari menerima elusan dari saya. Halvor sangat menikmati tidur di alam terbuka yang sejuk. Maklum.. husky memiliki bulu rangkap... bulu luar yang panjang dan berlekuk, dan bulu dalam yang lebih halus, lembut, lebih pendek dan lebat, jadi cocok untuk udara di sini. Sedangkan saya hanya memiliki bulu ketek yang jarang-jarang ... hahaha... Hush...


Membuka satu sisi fly sheet agar hammock bisa terlihat. Jangan coba-coba membuka seperti ini pada saat malam kemarin, dinginnya sangat menusuk tulang, apalagi saya hanya tidur dengan rash guard saja, tanpa ada rangkapan sama sekali. Jaket tipis saya gantungkan di bawah fly sheet.

Mas Arie dan Mbak Amal baru bangun kemudian, lalu membereskan sebagian peralatan tidurnya. Maklum, siang ini kita harus jalan dari tempat ini untuk menuju Curug Ciampea.

Mereka sedang mempersiapkan sarapan pagi. Menunya nasi putih, sayur asem, tempe goreng dan telor goreng. Kayaknya mbak Amal sudah siap lahir batin untuk segera menerima lamaran... hihihi.... Sayur asemnya enak lho... Kasihan yang sudah pulang duluan, enggak dapat menu istimewa ini.

Berpose seperti ini... mau ? Hehehe... Tak perlu lama-lama segera muncul beberapa teman baru yang ingin berpose bersama Halvor. Setelah itu saya sarapan pagi menu nasi, sayur asem, tempe dan telor goreng. Halvor saya tinggal di sini agar mereka leluasa berpose bersamanya. Hitung-hitung mengenalkan husky, dapat pahala membahagiakan orang lain juga.

Mas Arie, Mbak Amal, Halvor dan saya. Mau tapi masih takut dekat Halvor.



Salah seorang pengunjung yang jadi senang berpose bersama Halvor.

Sejenak menjadi model dadakan.

Setelah selesai sarapan dan berfoto ria, saya segera berkemas. Mbak Amal dan Mas Arie perlu waktu lama untuk mengemasi barang mereka, maklum, bawaanya banyak sekali dan super lengkap. Pagi itu segera turun hujan. Akhirnya saya melepas celana dan hanya memakai celana renang, rash guard, dan sepatu tanpa kaos kaki. Pakaian semalam yang saya pakai lagi setelah mandi pagi tadi. Saya berjalan-jalan di bawah hujan bersama Halvor sambil menikmati setiap rintikannya.

Setelah hujan reda dan selesai berkemas, kita segera menuju ke motor untuk melanjutkan ke tujuan berikutnya. Sedikit menyenangkan penjaga warung, saya membeli kopi hangat seharga 4 000 rupiah yang saya isikan ke botol minum di pinggang saya. Penjaga karcis meminta uang masuk sebesar 25 000 karena saya bermalam dan berkemah di sana. Untuk kunjungan tanpa menginap, hanya 15 000, seperti pada kunjungan sebelumnya. Menurut saya sih murah untuk alam yang demikian indah. Bagaimana menurut teman-teman ?


PERJALANAN KE CURUG CIAMPEA
Awalnya saya mengusulkan ke Curug Pangeran saja, karena mereka kemarin sudah ke Curug Ciampea. Tapi rupanya mereka suka dengan Curug Ciampea dan ingin mengunjungi lagi. Buat saya sih senang-senang saja, karena baik Curug Ciampea maupun Curug Pangeran, keduanya belum pernah saya kunjungi. Mereka menanyakan bahwa jalur ke sana untuk motor curam dan berlumut, lalu jalan setapak menuju curug masih sempat longsor. Sayapun tetap mengiyakan untuk mencoba.

Keluar dari lokasi kemah Curug Ciputri dan menuruni jalan ke arah Tenjolaya Park, kira-kira separuh jalan kita berbelok ke kiri, lalu masuk ke perkampungan lain. Beberapa jalur cukup sempit dan benar-benar melewati pekarangan penduduk.

Lalu ada satu jalur yang memang sudah disebutkan tadi, curam dan berlumut, hanya muat untuk satu motor saja. Setelah melewati jalur tersebut, tak lama sampai di kampung lain lagi. Kita berhenti sejenak di warung yang dirasa warung terakhir. Di sana kita membeli minuman hangat, saya mengisi tempat minum dengan dua bungkus white coffee. Teman lain minum air hangat, mie instant dan beberapa snack. Lagi-lagi Halvor menjadi topik utama pembicaraan. Setelah itu menitipkan barang bawaan yang berat-berat, dan kita membawa barang seperlunya, terutama barang-barang berharga.

Kita mengendarai motor lagi dan berhenti di sebuah rumah panggung untuk memarkirkan motor di bagian bawah rumah tersebut. Desa itu katanya bernama Desa Tonjong. Karcis masuk sebesar sepuluh ribu rupiah per orang, dan parkir motor sebesar lima ribu rupiah per orang.


TRACKING

Track awal dimulai dengan melewati pematang sawah. Pemandangan yang sungguh indah buat kita yang terbiasa hidup di kepengapan kota.


Kita mulai dari bawah di antara pepohonan hijau tersebut. Foto ini diambil saat perjalanan pulang. (Foto: Amal).

Semakin jauh. Foto ini diambil saat perjalanan pulang. (Foto: Amal).

Semakin jauh. Foto ini diambil saat perjalanan pulang. (Foto: Amal).

Mulai akan naik menuju bukit. Halvor senang sekali bermain air di selokan yang dingin dan di samping sawah. Beberapa kali sengaja menjatuhkan dirinya sampai kaki dan mukanya penuh lumpur sawah.  (Foto: Amal).

Track naik menuju bukit.  (Foto: Amal).

Tarik napas setelah tanjakan. (Lupa tarik perut... hahaha.. ini asli lho...).Perhatikan muka Halvor yang kena lumpur sawah. (Foto: Amal).

Setelah naik ke bukit tersebut. Kita menuruni jalur ini. Foto ini diambil saat jalur baru longsor hari sebelum saya sampai. Saat saya sampai agak lebih baik, namun tidak berbeda jauh dan masih berbahaya. Untuk turun sendiri juga sudah lumayan berbahaya. Apalagi dengan membawa seekor husky... hahaha... Harus berpikir mencari ide yang bagus dan aman. Sebuah tantangan. (Foto: Amal)



Setelah menuruni turunan terjal yang berbahaya, kita sampai ke bebatuan di aliran sungai yang dilewati curug tersebut. Kita melangkahi batu untuk menyeberangi aliran sungai dan sampai di seberang sungai. Dari situ kita bisa berjalan naik sedikit beberapa meter ke atas untuk sampai ke curug ini. Curug ini disebut Curug Ciampea, selain itu juga terkenal dengan nama Curug Cipatat karena terletak di daerah Cipatat.

Curug Ciampea.

Bersama Halvor berpose dengan latar belakang Curug Ciampea.

Mbak Amal akhirnya memberanikan diri memegang Halvor. Saat Halvor berbalik muka, langsung kabur. Saya ngumpet biar enggak ke foto, malahan ikut difoto. Ini katanya Halvor lagi diganti baterainya... hahaha... emang boneka husky ? (Foto: Mas Arie)

Curug Ciampea ini cukup deras, namun karena aliran air curugnya terpecah, sehingga tidak seberbahaya Curug Panjang. Kolam atau leuwi di bawah curugnya hanya setinggi 1.5 meter, jadi kita bisa mandi di bawah pancuran air curug ini.


Turun sedikit dari bebatuan tadi, kita menemui posisi tempat kita menyeberangi sungainya. Lalu turun sedikit lagi ada batu besar menonjol yang dijadikan pijakan tempat loncat. Pada kolam di bawahnya, saya tidak tau kedalamannya berapa meter, namun cukup untuk melakukan loncatan secara aman, hanya saja harus berhati-hati karena ada tonjolan batu di tempat kita meloncat. Setelah kolam itu, ketingian aliran saat itu menjadi satu meter, jadi setelah loncat, kita akan berenang terus mengikuti aliran air dan mendarat berhenti di dasar dengan kedalaman satu meter tersebut, jadi cukup aman untuk aliran air yang normal.

Posisi air terjun yang di tengah yang dipakai untuk meloncat. (Foto: Amal)

Mbak Amal berdiri di posisi batu di bagian hilir setelah posisi batu untuk meloncat. Selama aliran air seperti ini, normal saja dan aman untuk meloncat. Entah kalau cuaca sedang buruk dan aliran air lebih deras, kemungkinan berbahaya.



Setelah bermain air, kita minum minuman hangat yang sudah disiapkan Mas Arie dan Mbak Amal. Pukul setengah empat sore kita lalu berkemas dan naik kembali ke Desa Tonjong. Di perjalanan balik, hanya beberapa puluh meter dari tempat kita memarkirkan motor, ada barang yang terjatuh dari tas pinggang saya, rupanya kondisi terbuka dan saya lupa menutupnya.

Wah... entah barang penting apa yang sudah tercecer. Dalam kondisi badan lelah dan pikiran sudah tidak bisa berpikir jernih, saya segera menitipkan tas kecil dan Halvor saya ikat ke pohon agar saya leluasa kembali menyussuri track tadi ke atas bukit. Saya hanya khawatir ada barang penting yang jatuh. Bisa saja tali, kunci, uang dan barang lainnya.

Segera dengan setengah berlari saya menyusuri jalur tadi. Jalur menanjak, setengah beradu cepat dengan orang lain jikalau ada, tapi dalam kondisi yang sudah kelelahan. Tidak banyak pilihan. Akhirnya setelah posisi akan naik ke bukit dan jalur longsoran tadi, saya tidak menemukan apapun. Cukup lega, namun otot paha sudah kecapaian dan sakit... hahaha... Maklum sudah lama behenti jalan pagi dan lari pagi. Akhirnya saya turun kembali menemui mereka dan Halvor. Super lelah namun lega.

Setelah mengambil motor dan menyusuri jalur pulang dan tanjakan maut berlumut, sampai di warung tempat menitipkan tas. Saya memesan mie instant dengan telor. Lalu saya membuka ayam yang dibeli untuk Halvor kemarin malam. Nasi sudah basi saya buang. Ayam goreng masih bagus dan Halvor makan dengan lahap. Setelah selesai sepotong ayam goreng tadi, Halvor masih kelaparan. Dengan semangkuk mie instant saya menghampirinya. Saya berikan mie sedikit demi sedikit saya taruh di lantai berlumut yang menurut saya cukup bersih. Rupanya segera habis. Sayapun memesan semangkuk lagi untuk berdua. Banyak orang yang berkerumun menonton ahahaha....  Mereka terbiasa dengan anjing kampung. Husky menjadi barang baru untuk mereka. Apalagi seekor husky yang bisa naik motor dan makan mie instant.... 

Kitapun berkemas dan berpamitan dengan keluarga pemilik warung. Mas Arie mengendarai motor di depan dan menyusuri jalur via Serpong. Saya mengikuti di belakangnya. Sebagian jalur sempat saya lalui dalam perjalanan pulang sebelumnya, namun saya lurus melewati Ciputat sedangkan kali ini kita berbelok ke kiri menuju arah ke Serpong. Cukup lancar, hanya saja kadang ada jalur jalan yang jelek dan berlubang terutama di daerah Serpong. Hampir saja motor saya bersengolan dengan motor lain karena sama-sama menghindari lobang di jalan. Untunglah masing-masing masih bisa menguasai kemudi.


Saatnya mengukur jauhnya perjalanan.... 38 567 - 38 367 ... sekitar 200 kilometer... Lumayan walau bukan rekor. 

Pukul 22:20 malam, akhirnya sampai di rumah dengan selamat. Terima kasih, Tuhan. Terima kasih, teman-teman. Semoga tetap diberkahi badan yang sehat untuk bertualang bersama keluarga maupun teman-teman lain, juga dengan Halvor.

Salam lestari... Salam woof-woof...
Gunadi







Comments

  1. thanks for sharing, kalau ada info menuju curug ciampea menggunakan angkutan umum boleh dishare mas hehehe

    ReplyDelete
  2. Kata temen sih dari Dramaga Bogor, cari angkot jurusan Tenjolaya atau Curug Luhur.

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Tragedi Curug Panjang, 5 February 2017, Berhati-Hatilah Bermain di Air Terjun

Bagaimana memasang hammock dan flysheet untuk menahan angin ?

Merawat Cinta di Curug Love, Sentul, Bogor